Minggu, 24 Juli 2011

Langit Sore di Seoul #5

#just me and you

Jeong Eun menatap kedua laki-laki itu secara bergantian dengan bingung. Chang Min…? Appa…?

Sekarang ketiganya berada di meja yang sama.

“Sudah cukup lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu? Apakah masih menjadi relawan di rumah sakit?”

“Relawan rumah sakit?” tanya Jeong Eun dalam hati.

“Saya sudah tidak bekerja menjadi relawan. Sekarang…saya bernyanyi. Seperti itu.”

“Oh, begitukah? Lalu…bagaimana kau bisa bertemu dengan putriku?”

“Itu semua tidak disengaja. Kami pertama kali bertemu saat di bandara Incheon. Waktu itu…”

“Ah, Appa, tidakkah Appa ingin berjumpa dengan seseorang di sini?” ucap Jeong Eun mengalihkan pembicaraan.

Dia tidak ingin ayahnya tahu apa yang sudah terjadi antara dia dan Chang Min.

“Oh, kau benar. Appa harus bertemu dengan relasi di sini. Appa lupa.”

“Wah, Appa harus segera menemui relasi Appa itu.”

“Tapi…kalian?”


“Ahhh, aku dan Chang Min tidak apa-apa. Jangan pikirkan kami.”

“Maksud Appa, apa kalian memiliki hubungan spesial?”

Jeong Eun menatap Chang Min yang juga menatapnya. Perjodohan dengan Seong Ho tiba-tiba menjadi pusat pikiran Jeong Eun.

Mianhae, Appa,” ucap Jeong Eun sambil menunduk.

“Kenapa kau malah minta maaf? Apa benar… kalian memiliki hubungan spesial?”

Dengan wajah yang memelas, Jeong Eun mengangguk pelan. Membuat kedua pria itu menarik napas dan menahannya.

“Apa kau tidak memikirkan perasaan Seong Ho?”

Jeong Eun menghela napas.

Appa, apakah Appa tidak pernah memikirkan perasaanku?” ucap gadis itu dengan suara bergetar dan perlahan.

Lee Kun Hee terdiam. Menatap mata anak gadisnya. Tangannya bergerak untuk menepuk pundak Jeong Eun.

“Baiklah. Appa pergi dulu. Relasi Appa pasti sudah menunggu. Chang Min, aku pergi dulu.”

Shim Chang Min hanya menundukkan kepala sesaat.

Setelah ayahnya pergi, Jeong Eun menyeka air di sudut matanya. Kemudian ia menatap Chang Min yang menatapnya.

Mwoya? (ada apa?).”

“Kau…kenapa mengatakan hal seperti itu?”

“Sudahlah jangan dipikirkan.”

“Tidak bisa begitu. Kau membawa diriku.”

Ya, aku tidak tau kenapa kau dan ayahku saling mengenal. Padahal Seong Ho merahasiakan hubungan kalian kepada siapapun. Lalu, saat pertemuan keluarga kau juga tidak datang. Relawan rumah sakit apa itu? Cepat jelaskan padaku.”

“Bagaimana kalau kita makan terlebih dulu? Steaknya akan dingin sebentar lagi.”

Jeong Eun melirik steak yang terhidang di hadapannya.

“Tapi kau harus jelaskan setelah kita makan.”

“Baiklah. Ayo cepat makan.”

*

Selesai makan bersama, keduanya duduk di bangku taman yang tak jauh dari restoran.

“Aku pernah menjadi relawan rumah sakit. Waktu itu, aku melihat seorang wanita sendiri di taman. Sambil duduk di kuris roda, ia menatap sekumpulan anak kecil bermain. Sesekali ia tertawa. Tapi akhirnya dia terdiam dan ia meneteskan air mata. Aku langsung mendekat dengan tujuan untuk menemaninya. Karena aku pikir dia memerlukan teman bicara.”

“Apakah wanita itu…ibuku?”

“Bagaimana kau tau?”

“Hanya menebak. Lanjutkan ceritamu.”

“Ah kau menghancurkan moodku.”

Mwo? Kenapa begitu?”

“Kau memutus ceritaku.”

“Apa-apan sih kau ini. Lanjutkan!”

“Intinya saja ya, aku setiap hari menemani ibumu di rumah sakit. Dan ayahmu pernah beberapa kali bertemu denganku.”

Jeong Eun terdiam. Saat tersadar, Chang Min menoleh ke arah gadis di sampingnya.

“Apa kau menemani ibuku hingga ia menghembuskan napas terakhirnya?”

“Ya, waktu itu aku yang memanggil dokter saat ibumu tak sadarkan diri. Padahal dia sedang bercerita…tentang anak gadisnya. Ibumu langsung dibawa ke UGD, namun terlambat. Ibumu tidak sempat diselamatkan.”

Jeong Eun menatap Chang Min.

Eomma (ibu)…cerita apa saja kepadamu?”

“Banyak. Banyak sekali. Ibumu sangat menyayangimu. Dia tidak ingin berpisah denganmu. Ibumu sebenarnya tidak ingin meninggalkan kau di Indonesia sendiri. Tapi, ayahmu yang menginginkan pengobatan ibumu dilakukan di Korea.”

“Benarkah?”

Chang Min mengangguk.

“Dan kau tau, dia sempat berkata ingin mempertemukanku dengan anak gadisnya. Dia ingin…aku menjaga anak gadisnya.”

Jeong Eun mendengus.

“Apa itu benar ibuku yang mengatakan, eoh?”

Keure! Itu benar-benar diucapkan oleh ibumu. Jangan pikir aku berbohong.”

“Siapa yang tahu?”

Ya, apakah kau tidak ingin cerita ini aku lanjutkan, eoh?”

“Jadi, apa hanya karena ibuku yang menyuruhmu untuk menjagaku maka dari itu kau begitu ingin bersamaku?”

“Tidak hanya itu.”

Jeong Eun terdiam.

“Lalu?”

“Apa kau tidak merasakannya, eoh?”

“Kau…bicara apa? Aku tidak mengerti.”

Tiba-tiba tangan Chang Min meletakkan tangan kanan Jeong Eun di atas dada kirinya. Jeong Eun yang kaget hanya bisa diam dan merasakan detak jantung laki-laki itu. Sangat cepat.

“Jeong Eun-a…”

Tiba-tiba ada yang memutus ucapan Chang Min.

“Yaaa sepertinya itu Chang Min??!! Dia Shim Chang Min kan???” 

“Oh…tidak!” gumam Chang Min sambil menutup mata.

Chang Min langsung menurunkan topi sehingga menutupi wajahnya.

“Ada fans-fansmu yang bergerak ke sini. Bagaimana?”

“Aku tidak ingin diganggu, Jeong Eun. Ayo kita pergi,” sahut Chang Min sambil menarik tangan Jeong Eun.

“Kau akan ketahuan kalau kau pergi, tahu?!”

“Lalu apa yang harus aku lakukan? Para gadis itu semakin mendekat!”

“Oppaaa!! Chang Miiin!!”

Jeong Eun mengambil topi Chang Min dan mengenakannya.

“Kyaaa!! Chang Min-oppa!!” seru Jeong Eun yang tiba-tiba mirip sekali dengan para fans Chang Min yang lainnya.

Ya, Jeong Eun-a! Apa yang kau lakukan, eoh???”

Tanpa bisa dikendalikan, para fans Chang Min itu mendekat dan mengelilingi idolanya. Chang Min sudah tidak bisa melarikan diri. Jeong Eun bergerak mundur sambil melambaikan tangan kepada Chang Min yang menatapnya dengan tatapan pembunuh.

“Kau harus menghadapi kenyataan dengan baik, Shim Chang Min,” ucap Jeong Eun sambil tersenyum.

Jeong Eun memperhatikan Chang Min yang kewalahan menghadapi para fansnya dari kejauhan. Hingga akhirnya satu persatu, para gadis itu berlalu dan tinggalah Chang Min seorang. Dia terduduk kelelahan.

Tiba-tiba rasa dingin menempel di pipi Chang Min. Hal itu membuat ia tersentak. Ia menoleh untuk mencari tau siapa yang melakukannya. Setelah tahu, Chang Min mendengus dan berlagak tidak ingin diganggu.

Jeong Eun menyodorkan sebotol minuman menambah ion tubuh. Chang Min menyambarnya dengan kasar dan langsung meneguknya. Setelah habis, ia kembalikan botol itu pada yang memberikan.

Jeong Eun hanya menurut. Ia memegangi botol kosong sambil memperhatikan Chang Min.

“Apakah kau marah?”

Chang Min menatap Jeong Eun sinis. Kemudian ia mendengus. Tiba-tiba ia beranjak menjauh dari Jeong Eun.

“Cih, begitu saja marah,” gumam Jeong Eun sambil menatap punggung Chang Min.

Mau tak mau, Jeong Eun pergi menyusul Chang Min. Ia berdiri di hadapan laki-laki itu sambil berkacak pinggang.

“Kau itu seorang idola. Mana boleh kau melarikan diri dari mereka. Tanpa mereka, kau tidak ada apa-apanya, tahu?”

Chang Min menatap Jeong Eun. Kemudian ia menghela napas.

“Ya, aku tahu. Maafkan aku.”

“Kenapa kau meminta maaf?”

“Ah sudahlah. Lupakan saja,” ucap Chang Min sambil melintasi Jeong Eun.

Namun pergelangan tangannya digenggam oleh gadis itu. Chang Min membalikkan badan. Perlahan Jeong Eun juga membalikkan badan. Keduanya saling bertatapan.

“Apa…kau benar-benar ingin menjagaku?”

Chang Min tidak langsung menjawab. Ia hanya mendengus.

Wae? Kenapa kau menanyakannya?” Chang Min balik bertanya.

Anni, aku hanya… aku…” Jeong Eun bingung mau mengatakan apa.

Tiba-tiba Chang Min mendekat dan mendekapnya. Jeong Eun hanya diam tanpa perlawanan. Karena memang ini yang ia inginkan.

“Dengan begini, aku bisa menepati janjiku pada ibumu. Gomapta, Jeong Eun-a.”

“Apa…kau suka padaku?”

“Untuk apa lagi kau tanyakan hal itu?”

Mendengar itu, Jeong Eun membalas dekapan Chang Min. Senyum bahagia terpancar dari wajahnya.

Dari kejauhan, dua pria berjas rapi memandangi mereka. Lee Kun Hee menepuk pundak Seong Ho.

“Maaf, Seong Ho. Untuk kali ini, aku tidak bisa memaksakan kehendakku. Sudah saatnya anak gadisku menentukan pilihan hidupnya.”

Seong Ho tidak dapat berkata apa-apa. Ia hanya menundukkan kepala. Lee Kun Hee kembali menepuk pundak Seong Ho, kemudian ia berlalu.

“Hei, kau tampak manis dengan topi itu.”

“Benarkah? Kalau begitu, topi ini untukku dan aku akan selalu mengenakannya.”

Chang Min melepas topi dari kepala Jeong Eun. Ia menunduk dan mengecup pipi Jeong Eun. Gadis itu terpaku.

“Kalau kau selalu mengenakan topi, aku sulit menciummu,” ucap Chang Min sambil tersenyum menggoda.

Jeong Eun menunduk. Wajahnya terasa panas.

Ya, kenapa kau menunduk?” tanya Chang Min sambil memperhatikan wajah Jeong Eun.

Jeong Eun menyingkirkan wajah Chang Min.

Ya, wajahmu merah sekali! Apa kau malu aku cium, eoh?”

Jeong Eun menatap Chang Min dengan tajam.

“Perlukah kau memperjelasnya, eoh? Kau menyebalkan!”

Chang Min tersenyum mendengar ucapan Jeong Eun. Kemudian ia menatap langit sore itu.

“Langitnya begitu indah. Sangat pas dengan suasana hatiku.”

Jeong Eun ikut menatap langit. Ia tersenyum.

Eomma, gomawo,” ucap Jeong Eun dalam hati.

“Jeong Eun-a, aku ingin kau tersenyum seperti itu terus menerus. Aku tidak ingin membuat kau bersedih. Aku…ingin bersamamu.”

Jeong Eun menatap Chang Min sambil tersenyum.

Gomawo, Chang Min-oppa,” ucap Jeong Eun kemudian mengedipkan mata kirinya.

Hal itu membuat Chang Min tertawa.

Langit sore yang begitu indah. Mempersatukan dua insan yang berjodoh. Tanpa paksaan, penuh cinta.

***

FINISH !! akhirnya selesai juga. mohon kritik saran dan komentarnya ya. terima kasih untuk tidak menduplikatnya. gomawo !!

1 komentar:

Murni Husada mengatakan...

seong ho dikasih pasangan sih. gigit jari tuh mirr

Posting Komentar

 
Copyright 2009 My corner brain. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator