Jumat, 15 Juli 2011

Langit Sore di Seoul #4

#Perjodohan

Jeong Eun terdiam sejenak melihat seseorang yang berada beberapa meter di depannya. Orang itu pun juga menatapnya. Namun, Jeong Eun tidak peduli. Ia kembali melangkah hingga ia melewati laki-laki itu.
“Kau sudah pulang?”
Eum,” sahut Jeong Eun singkat.
Ia langsung menuju kamarnya. Sedangkan di luar, kedua laki-laki itu saling bertatapan. Namun saat mendapat panggilan melalui ponselnya, Chang Min segera kembali ke mobil dan meninggalkan tempat itu.
Sesampai di kamar, Jeong Eun langsung membuka kopernya. Mengecek apakah barang-barangnya lengkap. Ia menghela napas saat melihatnya utuh dan tak ada yang berubah.
Benda pertama yang ia ambil adalah foto terakhir bersama ibunya. Jeong Eun mengenakan seragam sekolah dan ibunya mengenakan seragam pasien rumah sakit. Sebuah senyuman terukir di wajah Jeong Eun. Setelah puas memandangi, satu persatu ia keluarkan barang dari dalam koper dan diletakkan pada tempat yang sesuai.
Tok-tok-tok. Jeong Eun menoleh ke arah pintu.
Nuguseyo?”
“Ini aku. Seong Ho. Bisakah kita bicara?”
Jeong Eun meninggalkan pekerjaannya dan membuka pintu kamar.
“Mau bicara tentang apa? Sampai-sampai kau menghampiriku ke kamar?” tanya Jeong Eun sambil berjalan menuju ruang tamu. “Apakah kau tau, itu tidak sopan?” lanjutnya kemudian duduk.
Mianhae,” sahut Seong Ho sambil duduk di depan Jeong Eun.
“Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?”
“Tentang perjodohan kita. Kau sudah tahu bukan?”
“Ya, aku tahu. Lalu?”
“Bagaimana menurutmu? Apakah kau setuju?”
“Terserah ayahku saja.”
“Lalu menurutmu?”
“Tentu saja tidak.”
Keduanya bertatapan dalam diam.
“Ya, aku tau. Kau hanya belum mengenalku. Mungkin setelah kita bertunangan, asumsimu terhadapku akan berubah.”
“Yah, mungkin saja,” sahut Jeong Eun sekenanya.
“Nanti malam ada pertemuan keluargamu dan keluargaku. Lebih baik kau sekarang istirahat dan bersiap untuk nanti malam. Aku pulang dulu.”
Setelah Seong Ho berlalu, Jeong Eun kembali ke kamarnya.
“Ternyata ayah memang ingin menjadikanku sebagai bonekanya. Baiklah. Terserah ayah saja.”
*
“Kakakmu tidak bisa hadir?” tanya wanita yang duduk di samping Seong Ho.
“Chang Min hyung tidak bisa hadir karena ia harus latihan. Ibu tau kan, hyung sedang menggarap album baru untuk grup mereka.”
“Ya, ibu tau. Sayang sekali kakakmu itu tidak bisa berkumpul bersama.”
Seong Ho hanya tersenyum tipis.
“Oh, Tuan Lee. Anda sudah datang.”
Seong Ho menatap gadis di hadapannya. Namun gadis itu tak menatapnya. Seong Ho sempat terpana dengan penampilan Jeong Eun malam ini. Gadis itu mengenakan gaun hijau muda panjang hingga lutut. Rambut yang digerai menutupi pundaknya yang putih.
“Maaf, kami terlambat. Jeong Eun sibuk berdandan untuk pertemuan keluarga malam ini.”
“Oh, begitu. Aduh, saya jadi malu. Anak saya begitu biasa sedangkan Jeong Eun begitu cantik.”
Kedua orang tua itu tertawa. Sementara Jeong Eun diam saja.
“Kalian hanya berdua saja?” tanya Lee Kun Hee.
“Oh, ayah sedang berada di luar negeri. Jadi dia tidak bisa hadir,” sahut Seong Ho.
“Iya, dan juga kakak Seong Ho sedang latihan untuk debut album baru mereka. Jadi kami hanya berdua saja.”
“Wah, kakak Seong Ho seorang penyanyi?”
“Iya, semacam grup penyanyi begitu.”
“Wah, tentu sangat padat ya jadwalnya.”
“Iya, begitulah.”
“Ya, Jeong Eun-a, kenapa kau diam saja. Ajak bicaralah calon tunanganmu itu. Seong Ho, kau juga,” ungkap Ayah Jeong Eun sambil menatap keduanya bergantian.
“Ah, iya.”
Keduanya saling bertatapan. Raut datar dan dingin terpancar dari wajah Jeong Eun.
“Ah, mari kita makan sekarang. Kalau dingin pasti tidak enak,” ucap Ibu Seong Ho mencairkan suasana.
Ya, selesai makan sepertinya kalian harus bersama. Kalian sama sekali seperti orang tidak saling kenal,” lanjut Ibu Seong Ho sambil tersenyum.
“Lakukan saja apa yang mereka inginkan,” ucap Jeong Eun dalam hati.
*
Taksi yang membawa Ibu Seong Ho sudah meninggalkan tempat itu. Beberapa saat yang lalu, Ayah Jeong Eun juga sudah pulang. Sedangkah Seong ho dan Jeong Eun sekarang berada di dalam mobil.
“Kau ingin kemana?”
“Terserah kau saja.”
“Baiklah. Kita ke hotel sekarang.”
Jeong Eun tersentak dan menatap Seong Ho.
“Apa maksudmu, hah?”
Seong Ho tertawa.
“Kenapa malah tertawa? Apanya yang lucu, eoh?”
“Kau sangat lucu. Reaksimu tidak seperti wanita yang pernah kutemui sebelumnya.”
Jeong Eun mendengus.
“Jadi, mau kemana kita?” tanya Seong Ho lagi.
“Terserah kau saja. Aku kan tidak tahu banyak tentang Seoul.”
“Hmmm…dengan gaun yang kau kenakan, tidak banyak tempat yang dapat kita kunjungi.”
“Ya sudah, kau antar aku pulang saja. Lagipula, kepalaku agak sakit.”
“Pasti gara-gara kau terlalu banyak minum wine.”
“Mungkin.”
“Baiklah, aku antar kau pulang.”
Seong Ho mulai menjalankan mobil dan meninggalkan tempat itu.
“Bagaimana kuliahmu hari ini?” tanya Seong Ho memecah keheningan.
“Baik.”
“Kenapa Chang Min hyung bisa mengantarmu tadi sore?”
“Dia mengembalikan koperku. Itu saja.”
“Kalian…tidak ada hubungan apa-apa kan?”
Jeong Eun menatap Seong Ho.
“Kau tidak perlu kuatir. Aku dan hyung-mu itu tidak ada hubungan apa-apa.”
“Baguslah kalau begitu.”
“Kau begitu tidak percaya pada hyung-mu itu. Apakah hubungan kalian tidak berjalan dengan baik?”
“Ah, anni. Aku hanya memastikan.”
“Benarkah? Lalu kenapa kalian berdua merahasiakan hubungan kalian? Terlebih saat aku pertama kali tiba di Seoul. Kalian benar-benar pandai berakting.”
“Aku…” Seong Ho tampak ragu untuk mengatakannya.
“Baiklah, aku juga tidak peduli apa alasanmu merahasiakannya.”
“Karena aku takut kehilangan kau.”
Jeong Eun mendengus.
“Kita baru saja ingin bertunangan dan kau sudah bersikap sejauh itu? Apa kau sudah benar-benar mengenal siapa aku, eoh?”
Seong Ho meminggirkan mobil dan berhenti.
“Aku memang belum mengenalmu dengan baik. Saat ayahmu mengatakan bahwa beliau ingin sekali aku dan kau berjodoh, awalnya biasa saja. Aku berniat untuk melakukan yang terbaik. Apalagi ayahmu juga terus memberiku informasi mengenai dirimu. Aku semakin tertarik. Terlebih saat aku berjumpa denganmu.”
“Memangnya ayahku mengatakan hal apa hingga membuatmu tertarik padaku?”
“Banyak hal. Aku juga tidak mengerti kenapa aku tertarik.”
Jeong Eun mendengus.
“Kedengarannya aku seperti dijual saja. Lucu sekali.”
Tiba-tiba tangannya disentuh oleh tangan Seong Ho. Keduanya bertatapan.
“Berbaik sangkalah pada ayahmu dan juga aku. Ayahmu mungkin hanya ingin yang terbaik untukmu. Oleh karena itu…mari kita coba hubungan baru kita dengan baik. Bagaimana?”
Jeong Eun menatap mata sipit itu.
“Lakukan saja apa yang ayahku inginkan,” sahut Jeong Eun.
“Aku ingin semua yang kau lakukan itu karena keinginanmu, Jeong Eun.”
“Bukankah kau sudah tahu, aku tidak pernah menginginkannya?”
“Apakah kau tidak mau membuka hatimu padaku?”
Jeong Eun menarik tangannya.
“Sudahlah. Aku tidak mau mendebatkannya.”
“Jeong Eun-a, apa kau suka pada Chang Min hyung?”
“Yoo Seong Ho, apakah kau tidak ada bahan pembicaraan yang lebih baik, eoh?” nada suara Jeong Eun meninggi.
“Kalau itu benar, aku tetap tidak akan melepaskanmu.”
Ya, kau ini bicara apa?”
“Karena dia hanya anak angkat di keluargaku.”
Mwo?”
“Ya, dia hanya anak angkat.”
“Kenapa kau membongkar rahasia keluargamu?”
“Agar kau tahu apa yang sebenarnya. Kalau Chang Min hyung itu tidak pantas untukmu.”
“Apakah menurutmu aku akan peduli?”
“Apa maksudmu?”
“Bagaimana kalau aku benar-benar menyukainya?”
Mata sipit Seong Ho membulat. Ia terdiam sambil menatap Jeong Eun.
“Jadi kau…menyukainya?”
“Mungkin saja.”
Seong Ho menarik pundak Jeong Eun agar menghadap ke arahnya.
“Jeong Eun-a, apa kau serius? Kau…menyukai Chang Min hyung? Apa yang kau suka dari dirinya?”
“Aku tidak tahu.”
“Jeong Eun-a…!”
“Ya, Seong Ho, kita belum ada hubungan apa-apa tapi kau sudah begini? Bagaimana kalau kita sudah memiliki hubungan? Apa kau tau aku benci diatur? Aku benci dikekang? Apa kau tidak tau setiap wanita tidak suka diperlakukan demikian?”
“Aku hanya…”
“Tidak ingin kehilangan diriku? Kau seperti anak balita, tahu tidak? Bersikaplah dewasa, Seong Ho.”
Seong Ho melepaskan pegangannya di pundak Jeong Eun dan menatap ke arah lain. Keduanya terdiam.
*
Hari pun terus berganti. Seong Ho berusaha selalu mengantar dan menjemput Jeong Eun kemana pun gadis itu pergi. Jeong Eun melakukan saja apa yang ayahnya inginkan.
Hari ini, seusai kuliah Jeong Eun berjalan menuju parkiran. Karena biasanya Seong Ho sudah menjemputnya di sana. Tapi saat mendengar namanya disebut, ia berhenti dan mencari siapa yang memanggilnya.
Detak jantung gadis itu tidak lagi normal saat seorang laki-laki mengenakan jaket hitam, berkacamata hitam dan bertopi putih mendekatinya.
Annyeong!” sapa laki-laki itu sembari tersenyum memamerkan giginya.
“Sedang apa kau di sini?”
“Menjemputmu.”
Mwo?”
“Seong Ho tadi menghubungiku dan menyuruhku untuk menjemputmu. Dia sedang ada rapat di kantor.”
“Tumben sekali dia menyuruhmu.”
Chang Min hanya tersenyum. Keduanya pun berjalan bersama menuju mobil. Setelah pintu ditutup, mobil pun meninggalkan tempat itu.
“Lama juga kita tidak bertemu, apa kau sehat?” Chang Min membuka pembicaraan.
“Ya aku sehat. Kau?”
“Hanya sedikit lelah. Namun, mendadak hilang karena berjumpa denganmu.”
“Cih, kata-katamu manis sekali. Jantungku sampai bergetar hebat,” sahut Jeong Eun dengan nada sinis.
“Benarkah? Baguslah. Semoga saja apa yang kau ucapkan sama dengan apa yang kau rasakan. Hahaha.”
Jeong Eun tak menjawabnya. Tampaknya ia menyesal sudah mengucapkan kalimat itu. Tiba-tiba ponsel Chang Min berdering.
Yeoboseyo.”
“Aku sedang mengantarkan calon tunangan adikku pulang. Ada apa?”
Deg! Hati Jeong Eun terasa tertusuk mendengarnya.
“Mwo? Sekarang? Tidak bisa nanti?”
“Ya, ya, ya baiklah.”
Chang Min kembali menyimpan ponselnya.
“Jeong Eun-a, kau sedang tidak sibuk kan? Aku dipanggil untuk segera hadir untuk pemotretan untuk album baru. Jadi…kau ikut aku dulu.”
“Lebih baik aku turun sekarang. Aku bisa pulang dengan taksi.”
“Jangan. Kau harus pulang denganku. Awalnya kan aku yang disuruh untuk menjemputmu. Jadi aku harus tanggung jawab.”
Ya, apakah aku harus menunggu seorang penyanyi terkenal selesai pemotretan baru bisa pulang ke rumah?”
“Kali ini saja. Temani aku. Agar kau mengerti bagaimana kerja para artis.”
Jeong Eun menghela napas. Sementara Chang Min tersenyum.
*
Semua orang yang ada di lokasi tersebut menyapa Chang Min yang baru saja tiba. Di sampingnya, Jeong Eun hanya diam membisu.
“Wah, Chang Min-ssi membawa wanita! Akhirnya…” ucap seseorang membuat semua orang menatap Jeong Eun dan berbisik-bisik.
Chang Min hanya tersenyum dan tertawa tanpa menanggapi ucapan itu dengan jelas kemudian berjalan menuju ruang make up artis. Di sana ia bertemu dengan Yun Ho. Teman grup vokalnya.
Saat Chang Min masuk, Yun Ho menatap Jeong Eun dari atas sampai bawah. Melihat itu, Jeong Eun perlahan bersembunyi di belakang Chang Min. Hal itu membuat Chang Min terkekeh.
Ya, Yun Ho-a, jangan menatapnya seperti itu. Dia jadi takut padamu.”
“Diakah orangnya?”
Chang Min hanya mengedipkan mata pada Yun Ho kemudian Yun Ho pun mengangguk. Ia kembali sibuk menata rambutnya.
“Ya, Jeong Eun-a, jangan berdiri saja. Duduklah.”
Jeong Eun menuruti ucapan Chang Min. Gadis itu hanya bisa diam memperhatikan kesibukan kedua laki-laki itu berdandan, mengenakan pakaian, dan hal lainnya yang tak pernah Jeong Eun lihat.
Tiba-tiba Chang Min membalikkan badan dan menatap Jeong Eun. Gadis itu terpaku. Ada yang berbeda dari laki-laki itu.
“Bagaimana? Aku tampan, bukan?” ucap Chang Min sambil berputar memperlihatkan penampilannya yang baru.
Jeong Eun mendengus begitu mendengar ucapan Chang Min yang narsis. Chang Min mendekat dan duduk di samping Jeong Eun.
“Ayo kita foto bersama!” ucap Chang Min sambil mengangkat ponselnya sekaligus merangkul Jeong Eun.
Jeong Eun yang kaget hanya menatap wajah Chang Min. Tampaknya dia syok. Dan…Ckrek!
Chang Min menatap layar ponselnya untuk melihat hasil jepretannya. Kemudian ia menatap Jeong Eun yang masih tampak syok.
Ya, Jeong Eun-a, kau kenapa?”
Jeong Eun tersadar dan bergerak mundur. Berusaha menjauh dari Chang Min. Ia tak mau menatap laki-laki itu.
Ya, Chang Min-a, sudah tiba saatnya. Ayo kita keluar,” ucap Yun Ho.
“Eum! Ya, Jeong Eun-a, aku tinggal ya. Kau tunggu saja di sini.”
Jeong Eun hanya diam. Kedua laki-laki itu pun keluar dari ruangan. Setelah pintu tertutup, Jeong Eun menyenderkan punggungnya dan menghela napas. Ia memegang dadanya yang bergemuruh hebat.
“Apa yang terjadi padaku?”
*
Chang Min kembali masuk ke ruang artis setelah pekerjaannya selesai. Di sana ia mendapati gadis yang sedang tertidur di sofa. Ia pun mendekati gadis itu dan duduk di sampingnya. Tangannya menopang dagu dan ia pun mulai memperhatikan wajah gadis itu. Sesekali ia tersenyum.
“Kau begitu manis, Jeong Eun. Kau membuatku tak rela menyerahkan pada Seong Ho.”
“Oh ya?”
Chang Min kaget saat gadis itu menjawab ucapannya.
“Kau…sudah bangun?” tanya Chang Min gelagapan.
Jeong Eun membuka matanya.
“Suara sepatumu itu membuatku terbangun.”
“Oh ya? Maaf kalau begitu.”
Jeong Eun menatap Chang Min yang menunduk. Pakaiannya agak basah.
“Apa kau tidak ingin ganti baju atau mandi? Kau penuh keringat.”
“Eum, kau benar. Aku ganti baju dulu,” ucap Chang Min kemudian beranjak ke arah lemari.
Saat ia ingin melepas baju yang tampak berat itu, ia menoleh ke arah Jeong Eun yang menatapnya.
“Kau ingin menyaksikan aku ganti baju?” celetuknya.
“Ah, anni,” sahut Jeong Eun kemudian membalikkan badan.
Chang Min tersenyum dan mulai mengganti baju.
“Ayo kita pulang. Kau sudah terlalu lama di sini. Seong Ho tadi sudah menghubungiku untuk segera mengantarmu pulang.”
Jeong Eun membalikkan badan.
O.”
Keduanya pun keluar ruang artis. Setelah berpamitan dengan para kru yang berada di lokasi, keduanya pun meninggalkan tempat itu.
Ya, Jeong Eun-a, apa kau lapar?”
“Lumayan.”
“Apa kau mau makan dulu sebelum pulang?”
Jeong Eun terdiam sambil berpikir sejenak.
“Terserah kau saja.”
“Apa kau mau makan steak?”
Jeong Eun menoleh, menatap Chang Min dengan heran.
“Kenapa melihatku seperti itu?”
“Ah…anni. Baiklah kita makan steak.”
“Kenapa dia tau apa yang aku pikirkan?” tanya Jeong Eun dalam hati.
*
Pelayan itu pergi setelah mencatat pesanan Chang Min dan Jeong Eun. Chang Min bersender di punggung kursinya sambil menghela napas.
“Penyanyi yang sibuk sekali,” celetuk Jeong Eun.
“Kau baru tau, eoh? Apalagi penyanyi tampan seperti aku, lebih sangat sibuk.”
Jeong Eun mendengus. Tanpa sadar ia tersenyum.
Ya, Jeong Eun-a! Kau…tersenyum?” ucap Chang Min dengan badan yang tegak.
“Ah, tidak. Itu…hanya khayalanmu saja!” sahut Jeong Eun mengelak.
“Jelas-jelas aku melihat kau menarik sudut bibirmu.”
“Cih! Aku tidak tersenyum,” sahut Jeong Eun kekeuh.
“Oke, baiklah. Anggap saja kau tidak tersenyum. Ya, tapi senyummu yang tadi manis juga!”
Yaaa…!”
“Jeong Eun-a?”
Mendengar seseorang memanggil namanya, Jeong Eun mengangkat wajahnya kemudian terpaku.
Appa?”
Chang Min ikut mengangkat wajahnya dan menatap pria itu. Pria itu juga menatapnya namun dengan tatapan kaget. Chang Min pun berdiri dan membungkukkan badan dengan hormat.
“Sudah lama tidak berjumpa, Tuan Lee Kun Hee,” ucap Chang Min sopan.
Jeong Eun menatap kedua laki-laki itu secara bergantian dengan bingung. Chang Min…? Appa…? 

***

oke, sekian dan terimakasih. nantikan chapter selanjutnya :D

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright 2009 My corner brain. Powered by Blogger
Blogger Templates created by Deluxe Templates
Wordpress by Wpthemescreator